» » NKRI Yang ‘Kehilangan’ Arah

NKRI Yang ‘Kehilangan’ Arah

Penulis By on 23 July 2010 | No comments

-->
(Surat Terbuka Bagi Presiden RI)

Yth. Bapak SBY, Presiden Republik Indonesia.
Saya Bangga menjadi Anak Indonesia, inilah kalimat penegasan  ke- Indonesia-an anak-anak negeri ini  dari barat hingga timur Indonesia. Tapi itu membumi di zaman pemerintahan Presiden Soekarno hingga Presiden Soeharto. Di tahun 1999, semangat ini meluntur pasca ‘lepasnya’ Timor-Timur di era pemerintahan Habibie. Bahkan semakin banyak kawasan di persada Nusantara ini berteriak meminta kemerdekaan, sebut saja Maluku dan Papua. Meski ditutup-tutupi, tapi orang Indonesia tahu bahwa pejuang Maluku dan Papua, sudah merasa bila mereka tak lagi menjadi bagian dari jiwa dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Malah di sejumlah daerah pembicaraan tentang ‘kemerdekaan’ bukan sesuatu yang tabu dan ditakuti untuk di bicarakan.

Bapak Presiden yang Kami Mulyakan.....
            Memang bukan salah Bapak, kenapa aroma ingin melepas diri dari NKRI terus mencuat di Negeri ini. Tetapi menjadi kewajiban seorang Presiden untuk memelihara keutuhan negeri ini. Sudah sepatutnya, dibuat langkah taktis untuk menjaga semangat nasionalisme anak bangsa, dan tentunya menjaga sejengkal tanah negeri ini dari akar perpecahan.
            Tetapi semua ini, tak bisa hanya dengan publikasi pesan bertutur dari Bapak dan para petinggi negeri ini. Nasionalisme bisa terpelihara bila ada tindakan nyata, tindakan aplikatif yang dimulai dari membangun jiwa dan mental anak Bangsa.

Bapak Presiden Yang terhormat,
            Saya ingin mengatakan bila NKRI ini seolah kehilangan arah. Idiologi negara kita saat ini tidak jelas lagi. Tak ada lagi dogma Idiologi Pancasila dan dogma UUD 1945 sebagai landasan konstitusional berbangsa dan bernegara. Isi Pancasila dan UUD 1945 bukan lagi hafalan-hafalalan yang wajib diketahui pelajar negeri ini. Wajar jika kemudian, Pancasila dan UUD 1945 hanya diketahui oleh sebagian kecil anak bangsa negeri ini, yang suatu saat bakal punah di negeri ini. Saya pun bertanya, idiologi apakah yang di anut bangsa Indonesia saat ini? Apakah kita masih ber-Pancasila? Ataukah kita sudah menjadi sebuah negara Liberal ?
            Sewaktu kecil, aroma penegasan untuk bernasionalis begitu mengemuka, di jenjang pendidikan dasar dan menengah hingga perguruan tinggi, Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) dan Pendidikan Kewiraan adalah pelajaran dasar dan wajib yang harus dijalani seorang anak bangsa. Jujur, membosankan memang, tetapi seiring perjalanan perkembangan anak bangsa, lahir kesadaran bahwa sebenarnya disanalah kelahiran ‘nilai-nilai’ nasionalisme yang menancap tajam hingga saat ini. Pertanyaannya, apakah ini juga dirasakan anak-anak bangsa saat ini. Saya risau, kelak anak-anak bangsa ini tak tahu lagi, siapa itu Indonesia? Yang mereka tahu hanya Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Bali, Maluku dan Papua. Kata Indonesia kelak hilang tanpa bekas, dan hanya menjadi cerita legenda, seperti Sriwijaya dan Majapahit.

Bapak Presiden Yang terhormat...
            Ki-Indonesia-an kita kalah dengan semangat nasionalisme negara-negara tetangga, seperti Malaysia, China, Vietnam, dan Korea. Mereka maju karena semangat nasionalisme-nya. Mereka tidak maju karena demokrasi liberal, mereka pun bangga bila nama negaranya menggaung dan dibicarakan banyak orang.
            Saya hanya berpendapat, bila nasionalisme anak bangsa ini, j bisa terpelihara dengan merevitalisasi sejumlah doktrin berbangsa dan bernegara. Pelajar-pelajar negeri ini, harus kembali dijejali dengan ilmu ke-Indonesia-an, seperti Pendidikan Pancasila, PSPB, P-4 hingga pengetahuan ke Indonesiaan lainnya. Bukan dengan pelajaran debat yang hanya mendoktrin kita akan kebebasan berpendapat yang tanpa batas.
            Bangsa ini juga harus didukung dengan infrastruktur negara yang memadai. TNI sebagai alat pertahanan negara, harus dikembalikan jati dirinya. Kembalikan kebanggan mereka sebagai militer negara yang benar-benar militer. Bukan militer yang memiliki jiwa sipil, dan sipil yang berjiwa militer.

Bapak Presiden Yang Kami Mulyakan....
            Kita tak memungkiri, jika kepemimpinan Presiden Soeharto, bangsa ini menjadi bangsa yang disegani di Asia. Banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik dari kepemimpinan beliau. Saya tak malu jika disebut ‘Soehartoisme’, sebab saya lebih malu jika disebut ‘liberalisme’. Saya lebih malu bila disebut ‘apastisme’ apalagi disebut ‘komunisme’, bahkan sangat malu jika disebut ‘Tidak Indonesianisme’.
            Saya bangga bila sosok Presiden SBY saat ini, mampu mengokohkan Indonesia sebagai Negara kesatuan yang utuh. Saya bangga bila SBY tak membiarkan mulut-mulut anak negeri terus berbicara tentang kemerdekaan dari NKRI. Selamat bekerja Pak!

                                                                        Nasionalisme-ku di 23 Juli 2010
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments