» » » Nikmatnya ‘Menyantap’ Buku Deddy Mulyana

Nikmatnya ‘Menyantap’ Buku Deddy Mulyana

Penulis By on 12 October 2010 | No comments

JAKARTA--Untuk era saat ini, nama Deddy Mulyana, MA.,Ph.D bagi kalangan akademisi komunikasi di Indonesia, bukanlah nama asing.  Setidaknya, professor lulusan Monash University Australia itu sepertinya telah mengambil alih nama besar professor komunikasi lainnya di Indonesia. Sebut saja Prof Muis asal Makassar, seorang professor kawakan yang dulu sangat dikenal kepakarannya.  

Kenapa? Karena buku-buku terbitan Deddy kini telah menjadi literature penting bagi pencinta ilmu komunikasi. Saking populernya, buku Deddy terus menjadi ‘best seller’ setiap kali diterbitkan. Saya tak tahu kenapa disebut ‘best seller’? apakah karena memang digemari ataukah sekedar ‘jurus ekonomi’ penerbitnya.Saya ikut menyebut ‘best seller’, karena hologram jingga yang tampil ‘eye catching’  dibagian sampul depan.

Awalnya, Saya menikmati buku Deddy Mulyana berjudul ‘Ilmu Komunikasi, Sebuah Pengantar’ hanya karena didorong banyaknya tugas kampus dan rekomendasi para dosen. Namun setelah membaca halaman per halaman, barulah Saya mengerti kenapa buku tersebut begitu digemari. Boleh jadi Saya hanya ‘berfantasi’ dengan buku tersebut, tapi dibalik itu, Saya benar-benar menikmatinya. Saya lebih senang menyebut dengan kata ‘melahap’ ketimbang ‘menikmati’ bab per bab buku tersebut.
Buku inilah yang kubaca seperti Novel Cinta...tapi belum ngerti juga..heheheh
 Jujur,….dari total 466 halaman buku tersebut, Saya baru membaca 308 halaman. Hampir rampung. Saya membacanya seolah membaca sebuah novel percintaan yang lagi popular seperti ‘Bumi Cinta’ atau ‘Laskar Pelangi’-nya Andrea Hirata. Saking asyiknya, Saya seolah belum mau membaca buku komunikasi lainnya, seperti ‘Theories of Human Communication’ karya Steven W. Littlejhon dan Karen A.Foss. Padahal buku Littlejhon ini dikenal sebagai ‘kitab sucinya’ para akademisi Komunikasi.
Katanya buku inilah yang jadi 'kitab suci' orang kumunikasi..masa sih...
 Saya tidak bisa mengungkap dalam kata-kata, apa sebenarnya ketertarikan Saya pada buku Deddy ini. Saya belum bisa mengambil kesimpulan. Tetapi, bahasa sederhana yang dipakai Deddy dalam menuturkan ‘ilmu komunikasi’nya membuat Saya tak ingin berhenti membacanya. Yang Saya tangkap, Prof Deddy begitu menguasai alur pikir orang Indonesia, dari Aceh hingga Papua. Bahkan bisa membandingkan alur pikir bangsa lain, terhadap bangsa-bangsa lainnya di dunia ini.

Ketika masuk dalam pembahasan ‘Komunikasi Verbal’ dihalaman ke-300-an, Saya seolah hadir bersama prof Deddy berkeliling Indonesia, menyelami satu bahasa dengan bahasa lainnya di Indonesia. Saya seolah hadir dan bertanya kepada hampir semua suku, apa makna dari bahasa yang ia ungkapkan suku itu. Karena menurut Prof Deddy, di Indonesia, banyak persamaan bahasa antar suku di Indonesia, namun memiliki makna yang sangat berbeda.

Disinilah kelugasannya, Prof Deddy seolah ‘ahli bahasa-bahasa daerah’ yang mampu menterjemahkan, mampu menyambungkan, dan mampu mempertemukan dimana letak perbedaan maknanya. Berat memang, tapi bacalah secara santai. Yakin Anda juga bisa merasakan hal apa yang Saya alami.

Meski telah melahap buku ini, sekali lagi Saya ingin mengatakan, bahwa Saya belum bisa menjawab secara terstruktur isi buku tersebut. (bila ada yang bertanya pada Saya). Yang Saya ingat betul, hanyalah fungsi bahasa yang katanya harus memenuhi tiga fungsi. Masing-masing; pertama, Untuk mengenal dunia sekitar kita. Kedua, untuk berhubungan dengan orang lain, dan Ketiga, untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Masih berat?? Terserah Anda.

Buku ini memang sekedar ‘Pengantar’, yang bagi Saya terbilang telat membacanya dibanding mahasiswa yang S1-nya berlatar belakang komunikasi.  Tapi, buku ini telah menginspirasi Saya untuk menuntaskannya, meski (sekali lagi) isi buku belum tertancap benar di otak Saya, dan masih ‘mengawang-awang’ bagai angin yang hanya terasa tiupannya, tapi masih menerka bentuknya.

Lalu apa yang Saya peroleh dari buku Prof Deddy ini?? Otak ini masih lambat loading, untuk menangkapnya. Saya hanya heran, baru buku ini yang membuat Saya ‘asyik’ untuk menuntaskannya. Kenapa bisa?? Entalah, yang pasti otak Saya seolah bicara. “Tunggulah, suatu saat kamu akan mengingatnya. Waduh, kapan Bang Otak???? Heheheheh….

Ada yang  bisa membantu Saya?????......

                                                                                                Cikini di malam hari, 13 Oktober 2010.



Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments