» » Sensualitas Dewi dalam Jiwa Bung Karno

Sensualitas Dewi dalam Jiwa Bung Karno

Penulis By on 29 May 2011 | 1 comment

“Dewiku tercinta, Saya dalam keadaan baik dan sangat sibuk dengan konferensi bersama semua panglima militer untuk menyelesaikan konflik di kalangan militer. Jangan khawatir, sayang!, Sayang dan seribu ciuman, Soekarno.” (surat cinta Bung Karno pada Ratna Sari Dewi, 2 Oktober 1965)

KEINGINAN mengeksplore cinta Bung Karno (BK) pada wanita-wanitanya terasa tiada bertepi, cinta beliau seolah misteri yang sulit dirangkai dalam kata. Sulit harus memulainya dari mana, sesulit mencari akhirnya. Ini sebuah pengalaman pribadi setelah berkunjung di Istana Bogor beberapa hari yang lalu. (baca disini). Belum lagi ingatan yang membayang pada pengalaman berkunjung ke Istana Tampak Siring Bali setahun silam. Kenapa? sebab cinta BK seperti tak terlihat ujung pangkalnya.

Kali ini Saya ingin fokus pada sebuah foto hitam putih yang terletak di ruang kerja BK di Istana Bogor, yang juga Saya lihat di dinding Istana Tampak Siring Bali. Foto yang bercerita tentang kemesraan BK dan Ratna Sari Dewi (Dewi), wanita Jepang yang menjadi istri ketiganya. Kedua mata manusia ini seolah memancarkan sihir asmara, dan senyum yang mempertemukan dua kutub cinta yang berbeda di Benua Asia. Cinta seorang, Naoko Nemoto (nama asli Dewi) pada Kusno (nama asli BK). Cinta yang seolah meredam bara dendam rakyat Indonesia atas kekejaman militer Jepang di awal kemerdekaan.

Saya tak memahami, mengapa BK begitu ‘lunglai’ di mata Dewi. Padahal BK seorang tokoh revolusioner Asia-Afrika yang orasinya mampu menggetarkan jiwa semua orang? Dewi sendiri sebelum jatuh di pelukan BK, hanyalah seorang pramuniaga perusahaan asuransi jiwa di Jepang, dan berijazah SMP. Benar-benar sebuah penasbihan bila cinta memang buta, dan tak memandang kasta.

Tapi Saya juga curiga, kalau sebenarnya BK dengan rayuan mautnya benar-benar terhibur dengan sensualitas Dewi. Terhibur dengan rahasia lekuk tubuh wanita Jepang yang hingga kini memang dikenal paling sensualitas di dunia. Saking terpesonanya, BK seolah tak ingin melepaskan Dewi walau sekejap. Cermatilah surat cinta BK pada Dewi  melalui seorang kurir pada 2 Oktober 1965: “Dewiku tercinta, Saya dalam keadaan baik dan sangat sibuk dengan konferensi bersama semua panglima militer untuk menyelesaikan konflik di kalangan militer. Jangan khawatir, sayang!, Sayang dan seribu ciuman, Soekarno.”

Sebagai lelaki maskulin, BK tentu punya alasan mencintai wanita kelahiran 6 Februari 1940 ini. Ini pula yang membuat Saya begitu tertantang mencari ‘modal’ apa yang dimiliki Dewi, dan sebuah situs memberi Saya jawabannya. Wow!!.. Dewi ternyata punya lekuk tubuh yang amat dahsyat, kulitnya bening, kaki semampai, dan raut wajah yang ‘indonesianis’  adalah pesona Dewi memikat BK. Bahkan, (maaf..) pada foto-foto Dewi yang pernah heboh di awal tahun 1998, memotret pesona Dewi yang punya segalanya sebagai pelentur kehidupan libido seorang pria. Berbeda dengan para selebriti era kini yang kerap menggunakan suntikan kimia tertentu untuk mengencangkan payudara dan memontokkan pinggul untuk memikat lawan jenisnya.

Saat Jatuh Cinta
Lalu kapan BK takluk pada Dewi? Sejumlah literature menyebutkan, bila keduanya bertemu pada Juni 1959. kala itu BK melepas lelah di salah satu kawasan kenamaan di negeri Sakura, Akasaka’s Copacabana. Sang Presiden merasa perlu melepas penat di sela kunjungan kerjanya yang padat, menguras tenaga dan pikiran. Tanpa rencana, pandangan mata BK menghampiri Naoko Nemoto (Dewi) yang anggun dan gemulai. Melalui perantaraan kolega di Jepang, BK akhirnya berhasil bercengkrama dengan sang dara.

Hari berganti, keduanyapun semakin akrab. Semakin lama Soekarno memandang Naoko, semakin luluh hatinya, dan jatuhlah hati itu dalam dekapan dara Sakura itu. Bukan Soekarno kalau tidak melakukan hal yang di luar kebiasaan. Dia boyong Naoko ke Tanah Air. Sejumlah literatur menyatakan keduanya sempat berkelana ke Pulau Dewata Bali, hingga akhirnya bersanding di pelaminan pada 1962. Luar biasa…

Meski terlahir di Jawa Timur, tetapi Bali juga kampung halamannya. Ibu beliau berasal dari pulau ini. Cerita masyarakat Bali, BK kerap bersantai di Istana Tampak Siring yang letaknya di ketinggian, dan dibawahnya terdapat permandian yang airnya jernih, dingin dan sangat naturalis. Konon, BK kerap bersantai sambil memandangi wanita-wanita yang lalu lalang di sekitar mata air itu.

Kembali ke soal cinta BK pada Dewi yang teramat dipujinya, BK terkesan sangat meluap-luap, ibarat meredam lara dan melambungkan asa. Wajar saja, jika BK dalam sejumlah literature menyebutkan bila BK menyebut Dewi dengan sapaan ‘Dewiku’ atau ‘Sayang’, sebuah penyebutan yang jarang digunakan oleh seorang anak manusia yang menjabat Presiden sebuah negara. Biasanya, para presiden memanggil istrinya dengan sebutan ‘Ibu’.

Dewi pun demikian, kecintaannya pada BK pun tak terukur., beliau pernah mengatakan bahwa tidak ada yang bisa menggantikan BK di hatinya, bahkan beliau pernah mencoba untuk menikah kembali tapi gagal ditengah jalan karena beliau tidak bisa melupakan BK. Hebatnya, semua itu bukan karena posisi BK kala itu, tapi memang mengagumi BK sebagai seorang suami dan sangat mencintainya.

Ibu Dewi, Saya Merindukanmu

Ibu Dewi, Saya merindukanmu. Begitulah untaian penutup kalimat Saya dalam tulisan ini. Meski Ibu lahir dari generasi yang berbeda dengan kita saat ini. Tapi, seandainya Ibu Dewi, tinggal di Indonesia, tentu kita bisa membongkar misteri sensualitas ‘Dewi’ masa lalu, ketika cinta BK bertahta di hatinya. Dewi yang berumur 19 tahun bercengkrama asmara dengan BK yang 57 tahun.

Sayangnya sejak tahun 2008, Ibu Dewi telah menetap di Tokyo, kota yang telah melahirkannya. Padahal jika beliau di Indonesia, tentu kisah beliau bisa menjadi inspirasi wanita dan kaum lelaki Indonesia masa kini. Apalagi, katanya beliau dikenal memiliki kepribadian yang suka berterus-terang. Wahh…kalimat terakhir inilah yang kutunggu…Saya hanya ingin desahan nafas jiwa ‘Dewi’ yang pernah menggantung di langit-langit Jiwa seorang Bung Karno, proklamator, sang revolusioner dan sang pencinta sejati..(**)

Sajian Kopi Pagi untuk Anda. Jakarta, 25 Mei 2011.
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments

1 komentar:

wawan kolaka June 17, 2011 at 6:00:00 PM GMT+7

sukarno..inspirasi indonesia, inspirasi asia dan inspirasi dunia...beliau memang layak menjadi tokoh dunia yang kepemimpinannya patut diteladani...sukses bung tulisannya,,,